Rabu, 24 September 2014

Serentaun Kasepuhan Cisitu 2012

October 3, 2012 in Berita | 0 Comment

Serentaun Kasepuhan Cisitu 2012
Kesatuan sesepuh adat Cisitu, Banten Kidul, telah melaksanakan “Upacara Adat Seren Taun” dan berlangsung dengan baik. Seren Taun digelar pada hari, rabu s/d senin tgl 27 s/d 01 Oktober, 2012, dilaksanakan di wilayah Kaolotan Cisitu. Acara ini dihadiri oleh para pejabat dari Kementrian Parawisata Ekonomi Kreatif, Asda III Propinsi Banten, Kepala Dinas Budpar Propinsi Banten, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Banten, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Seksi Lebak, Wakil Ketua DPRD Propinsi Banten, anggota DPR Propinsi Banten, Wakil Ketua DPRD Kab Lebak, Sekertaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Wakil Bupati Lebak, Ir. Amir Hamzah dan Manager paska tambang Cikotok.
Pada informasi awal sakral adat Seren Taun, Cisitu, akan dihadiri juga oleh KAPOLDA BANTEN, tetapi entah atas dasar pertimbangan apa, rombongan KAPOLDA BANTEN tersebut balik lagi, padahal hanya tinggal beberapa kilometer lagi sudah sampai ke lokasi kegiatan seren taun (Cisitu). Kepolisian akhirnya hanya diwakili oleh Kapolres Lebak, itupun setelah acara kegiatan sakral adat usai dilakukan. Dalam kesempatan itu Kapolres Lebak, hanya menyampaikan ucapan salam dari Pak Kapolri serta Kapolda Banten, kepada sepuh Lembaga Adat Cisitu. Terlihat juga ada undangan lainnya dari luar negeri.
H.Yoyo Yohenda selaku sekretaris Kesatuan Sesepuh Adat Cisitu, Banten Kidul sekaligus Ketua Dewan adat Banten Kidul, yang juga adalah putra pemangku adat kaolotan Cisitu menyampaikan bahwa tema seren tahun kali ini adalah ;
“MELALUI SEREN TAHUN 2012 MARI KITA SALING TOLERAN DALAM RANGKA MEMPERKOKOH PERSATUAN DARI KEBHINEKAAN UNTUK MEWUJUDKAN KEBERSAMAAN UNTUK MENUJU RAKYAT SEJAHTERA, HUTAN TETAP LESTARI”.
Sekjen AMAN Menghadiri Serentaun Kasepuhan Cisitu
Dalam sambutannya Yoyo menegaskan bahwa untuk ke depan, tidak boleh ada lagi kegiatan yang melakukan pemungutan atau pemerasan dari aktifitas warga adat, sepanjang kegiatan warga yang bersangkutan tidak menyalahi ketentuan per-Undang-Undangan serta hukum yang berlaku. Aparat dan pemerintah justru harus berusaha untuk mengakomodir kepentingan rakyat “bukan hanya dalam kata semata, tapi kerja dan ada nyatanya. Agar mereka tidak menyalahi aturan dan ketentuan per Undang-Undangan dan hukum yg berlaku. Harus berani menindak tegas kepada siapapun yang melakukan aktivitas melawan hukum. Yoyo menilai bila mana hal itu tidak bisa dilaksanakan, akibatnya justru dapat diumpamakan ibaratnya kita berjalan tanpa arah, tidak adanya kepastian hukum yang jelas.
Disamping itu Yoyo menyampaikan terima kasih kepada Pemda Banten yang telah banyak memberikan bantuan, seperti bantuan domba, kerbau, irigasi, air bersih, gedung-gedung sekolah dan penataan areal adat Cisitu.
Asda III Propinsi Banten dalam sambutannya memberikan apresiasi kepada Kaolotan Cisitu bahwa pihak Pem-Prop Banten dalam waktu dekat akan memberikan bantuan sebesar, 1,1 milyar rupiah untuk membangun jalan di lingkungan Kaolotan Cisitu dan akan menyampaikan hal tersebut kepada Gubernur Banten. Ada 8 point yang diusulkan oleh Kaolotan Cisitu.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara memuji keuletan dan kegigihan Kaolotan Cisitu untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adatnya tanpa mengenal lelah, sehingga telah dianggap mampu menyelesaikan konflik vertikal dan sangat menghormati serta menjunjung tinggi ketentuan per Undang-Undangan dan hukum yang berlaku.
Ir. Amir Hamzah yang juga adalah Wakil Bupati Lebak, menyampaikan ucapan selamat kepada Kaolotan Cisitu. Acara Seren Taun diawali dengan arak-arakan hasil panen padi yang dibawa melalui gotongan yang telah dihias, kemudian diserahkan kepada pemangku adat abah Okri, lalu dilakukan upacara sakral adat yaitu sawer buhun, yang kemudian disimpan ke leuit (lumbung padi) supaya pertanian warga adat tetap subur dan makmur. Acara sakral adat ini dihadiri oleh ribuan warga adat serta undangan. Selain ucapan rasa syukur kepada sang pencipta, abah Okri juga merasa bangga atas diterimanya Penghargaan dari GUBERNUR BANTEN, sebagai peringkat satu untuk penghargaan,” ADHI KARYA PANGAN NUSANTARA, KATAGORI PEMANGKU KETAHANAN PANGAN,” PROPINSI BANTEN, 2012. (Yoyo Yohenda)

Selasa, 23 September 2014

KASEPUHAN ADAT CISITU

Kewilayahan:
Propinsi : Banten
Kabupaten : Lebak
Kecamatan : Cibeber
Alamat : cibeber banten
Luas : 7.367,97 Ha
Satuan Adat : Wewengkon Adat Kasepuhan Cisitu
Kondisi Fisik : Pegunungan 
Batas Wilayah:
Utara : Gunung Sangga Buana (Kasepuhan Urug)- Bogor
Selatan : Muara Cikidang - Cisungsang, Kasepuhan Cisungsang
Barat : Gunung Tumbal, Kasepuhan Cisungsang
Timur : Gunung Palasari, Kasepuhan Cipta Gelar
Kependudukan:
Jumlah Kepala Keluarga : 676
Jumlah Laki_laki : 1.111
Jumlah Perempuan : 1.080
Mata Pencaharian Utama : Petani dan pedagang 


Sejarah Singkat Masyarakat adat (Sejarah, Asal-usul,Suku):

Struktur pemerintahan Adat Kasepuhan Cisitu telah ada sejak 1621. Pada tahun 1988 Pemangku Adat Kasepuhan Cisitu dipimpin oleh H. Moch. Okri yang merupakan pewaris ke VIII hingga saat ini. Sejarah Seren Taun (upacara pesta panen) untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 1685. Hal ini menunjukkan bahwa sudah ada struktur adat dalam pengelolaan wilayah dan menata warganya. Struktur adat Kasepuhan Cisitu tentunya mempunyai fungsi dan peran masing-masing individu dalam menjalankan tugas.


Hak Atas Tanah dan Pengelolaan Wilayah:
Mata Pencaharian Utama :
Hutan Titipan: kawasan hutan yang tidak boleh diganggu; Hutan Tutupan: kawasan hutan yang berfungsi menjaga tata air; Kawasan bukaan: kawasan budidaya yang dimanfaatkan untuk sawah, pemukiman, kebun dan prasarana lainnya

Sistem Penguasaan dan Pengelolaan Wilayah :
Keseimbangan antara fungsi konservasi dan budidaya



Kelembagaan:
Nama Lembaga Adat : Wewengkon Adat Kasepuhan Cisitu

Struktur Lembaga Adat :
Pemangku Adat dibantu oleh Baris Kolot

Tugas dan Fungsi Pemangku Adat :


Mekanisme Pengambilan Keputusan :
Musyawarah Pemangku Adat dengan para Baris Kolot



Hukum Adat:
Aturan Adat yang berkaitan dengan Pengelolaan : Seren Taun/Sarah Taun dan Salapan Taunan (bersih bumi)

Wilayah dan Sumberdaya Alam :


Aturan Adat yang berkaitan dengan Pranata Sosial :
Konsep yang dituturkan secara turun temurun berkaitan dengan pengelolaan wilayah dan menata komunitasnya, berbunyi sebagai berikut: "Tilu sapamulu, dua saka rupa nu hiji eta keneh" artinya "Tiga sejenis, dua yang serupa, satu yang itu-itu juga". Konsep tersebut merupakan prinsip, yaitu aturan harus saling sinergi dan memiliki harmonisasi di masyarakat. Tiga sapamulu adalah tiga unsur penegak kebijakan yang harus diselaraskan penerapannya dalam masyarakat. Tiga unsur tersebut terdiri dari Nagara, Syara dan Mokaha (Negara, Agama dan Adat)

Satu contoh keputusan dari Penerapan Hukum Adat :
Tradisi bercocok tanam di Kasepuhan Cisitu menggunakan kalender musim yang ditandai dengan munculnya Bintang Kidang dan Bintang Keurti. Perhitungan munculnya rasi bintang tersebut berdasarkan perhitungan bulan atau yang disebut dengan Candra Sangkala



Keanekaragaman Hayati:
Jenis Ekosistem : Daratan
Sumber Pangan : Karbohidrat
Sumber Kesehatan dan Kecantikan : Tumbuhan Obat
Sumber Papan dan Bahan Infrastruktur : Kayu
Sumber Sandang : Kapas
Sumber Rempah-Rempah dan Bumbu : Cengkeh
Sumber Pendapatan Ekonomi : Tumbuhan pewarna



Membedah Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 35/PUU-X/2012 Mia Siscawati, Ph.D. Sajogyo Institute


Pelatihan awal REDD+, Tindak Lanjut MK 35, MRV dan
Pemanfaatan CLASLite untuk Analisis Deforestasi
Bali, 18-22 November 2013
Outline Presentasi


• Sejarah Penguasaan Hutan Indonesia: Warisan Kolonial
• Perlawanan Akademik terhadap Konsep Penguasaan Negara di Masa
Kolonial
• Penguasaan Hutan Indonesia Paska Kolonial
• Perlawanan Masyarakat Sipil dan Akademisi terhadap
Konsep Hutan Politik pada Masa Orde Baru
• Gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) atas UU
Kehutanan No. 41 tahun 1999
• Putusan MK
• Respon terhadap Putusan MK
• Masyarakat Adat
• Presiden Republik Indonesia
• Kementrian Kehutanan
• UKP4
• Kementrian Dalam Negeri
Sejarah Penguasaan Hutan: Warisan Kolonial
• Kawasan hutan sebagai sebuah bentuk penguasaan
tanah-wilayah hutan pertama kali diciptakan pada
masa kolonial Belanda ketika sejumlah besar wilayah
di Pulau Jawa dan Madura serta sejumlah kecil
wilayah di selatan pulau Sumatra ditetapkan sebagai
hutan negara.
• Untuk mengatur hutan pemerintah kolonial
mengadopsi suatu sistem hukum yang menjadi
landasan bagi suatu pendekatan administrasi hutan
negara dan menempatkan penguasaan eksklusif
sumberdaya hutan di tangan pemerintah
• Kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial sebagai hutan
disebut oleh Peluso dan Vandergeest (2001) sebagai "hutan
politik“
• Jawatan kehutanan kolonial Belanda (Boschwezen) menetapkan
wilayah “hutan politik” melalui undang-undang kehutanan
kolonial dengan membuat batasan antara lahan pertanian dan
hutan, dan mengklaim semua lahan hutan sebagai domain negara
(Peluso dan Vandergeest, 2001, Peluso, 1992).
• Konsep “hutan politik’ tersebut memainkan peran penting dalam
pembentukan teritorialisasi dan kerangka hukum tentang hutan
pada masa kolonial.
• Institusionalisasi "hutan politik" selama era kolonial (Peluso dan
Vandergeest, 2001) memberikan kontribusi terhadap perumusan
penguasaan hutan dan tata kelola hutan di Indonesia pada masa
paska kolonial.
• “Momentum awal pembentukan hukum tentang kehutanan
di Indonesia, dapat dikatakan dimulai sejak tanggal 10
September 1865, yaitu dengan diundangkannya pertama
sekali Reglemen tentang Hutan (Boschreglement) 1865.”
• “Reglemen Hutan 1865 tersebut merupakan awal
adanya instrumen hukum tertulis yang secara juridis
formal telah meniadakan hak dan kekuasaan
masyarakat adat terhadap wilayah hutan adat dengan
hak ulayat di sekitarnya. (Sumber: Sejarah Pengelolaan
Hutan http://www.kph.dephut.go.id/)